Monday, November 23, 2009

Berlindung untuk mencari penerang



Saat kali kita merasa lelah atau jenuh, saat itu kita butuh keteduhan yang hanya kepada Tuhan kita dapatkan penerangan akal budi kita. Tantangan, masalah yang banyak tak terselesaikan, arus jaman yag semakin keras acap kali membuat orang lupa diri an terseret hingga tak dapat menemukan dirinya sendiri, dan pada akhirnya menjadi stes atau sakit jiwa yang parah.

Membangun Hidup




Hidup kadang kala terasa seperti membangun sebuah rumah. Dalam hidup perlu ada pengorbanan, semangat, kesetiaan, kerja keras, dll. Semoga hidup yang kita bangun menjadi sebuah bangunan yang tak hanya besar dan megah, namun sejuk, menyenangkan, dan nyaman untuk ditempati oleh banyak orang termasuk mereka yang singgah dalam kehidupan kita.

Thursday, October 15, 2009

Kursi, teman kita



Kursi adalah sebuah perabot yang memberikan kenyamanan dan dukungan. Itu datang dalam berbagai ukuran, warna dan gaya. Manusia dapat terlihat seperti kursi. Ada hampir sempurna, kursi yang nyaman dan luas. Kenyamanan kursi adalah orang-orang dengan tangan terbuka. Orang yang memberikan kebahagiaan dan menjadai sahabat baik untuk kita.

Di sisi lain, ada juga kursi yang terlihat baik, tetapi ketika Anda mencoba untuk duduk di atasnya, Anda menemukannya ketidaknyamanan atau disakiti. Ini melambangkan keadaan individu teman-teman yang tidak cocok untuk Anda. Mereka dapat mengkhianati dan meninggalkan engkau! Mereka mungkin terlihat baik dengan penampilan dan pendekatan, tapi sebenarnya mereka tidak baik hatinya.

Lihatlah orang-orang tanpa kita sadari seolah kursi yang sangat biasa. Ini fakta bahwa yang kurang dihargai kadang-kadang memiliki kualitas yang hebat dan sangat efisien. Orang-orang mungkin kadang-kadang suka menjauh karena suatu hal atau keadaan, mereka ini adalah yang asli dan jujur kepada Anda.

"Pilih kenyamanan lebih gaya dan warna"

Tong Sampah, belajar melupakan



Sampah sampah adalah untuk sampah. Hal-hal ini berisi semua hal-hal yang kotor di sekitar kita. Di rumah, kita tidak ingin memiliki rumah tangga yang berantakan. Itulah alasan mengapa kita menggunakan desinfektan, penyedot debu dan udara penyegar. Selalu merasa senang berada di tempat yang bersih dan bebas kuman.

Kita harus melakukan hal yang sama dalam hidup kita. Kita harus membuang semua hal buruk dalam hidup dan memasukkannya ke dalam tong sampah kita. Kita buang sampah sampah ini sehingga tidak lagi dapat dibuka dan tidak mendapatkan kembali apa yang kita telah masukkan ke dalamnya. Dengan kata lain, kita harus belajar cara lupa. Ibu selalu mengatakan bahwa aku harus membuang semua hal-hal negatif dalam diriku. Aku harus melupakan semua hal buruk di masa lalu dan berkonsentrasi dengan kehidupan sekarang dan berpikir lebih pada masa depan. Dia benar. Pemurnian diri sangat penting untuk menjadi seseorang dan memiliki kehidupan yang baik di depan.

Semut, kebaikan dari yang kecil



Perhatikan makhluk kecil merayap dan bekerja sepanjang hari hidup mereka. Mereka tidak pernah mengeluh. Mereka selalu siap. Ketika aku masih kecil aku benci, karena melukai saya begitu banyak ketika mereka menggigit. Dengan waktu berlalu aku merasa kasihan pada mereka, ketika rumah mereka dihancurkan oleh manusia atau binatang lain. Saya menyadari bahwa semut mengjarkan sesuatu kepada kita. Untuk menjadi pekerja keras, penuh ketekunan dan keberanian untuk mengejar hal-hal. Semut dianggap serangga dan entah bagaimana mereka bersama manusia di bumi untuk mewujudkan sesuatu yang baik, dari yang kecil.

"Ketika Anda jatuh, belajar bagaimana untuk berdiri"

Wednesday, September 30, 2009

Pikiran Adalah Kekuatan Manusia



Manusia dan Kekuatannya

Allah menciptakan manusi menurut gambar dan kesamaan-Nya (Kej.1:26). Itu berarti bahwa Allah menciptakan manusia dan melengkapi dengan pelbagai kekuatan yang bersifat jasmani dan spiritual sekaligus. Kemampuan-kemampuan ini merupakan bagian dari kodrat manusia. Disadari atau tidak, kita harus mengakuibahwa dalam diri kita terdapat tiga kekuatan yang saling menunjang. Ketiga kekuatan ini tidak terdapat pada makhluk lain. Kekuatan tersebut adalah: Kekuatan fisik, Pikiran, dan hati.

Ketiganya kalau dikembangkan semua secara seimbang maka akan menghasilkan kekuatan yang luarbiasa. Biasanya dalam diri setiap orang ada yang menonjol, dan ada yang lemah. Jarang orang yang bersangkutan mampu mengembangkan ketiganya dengan baik. Jika kita mengembangkan ketiganya dalam standar kemampuan prima, maka kita akan memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh semua orang. Dalam hidup kita membutuhkan oleh fisik, pikiran dan hati/batin.

Pikiran Adalah Energi

Kebahagiaan seseorang tidak tergantung pada apa yang dikatakan orang lain atau cara bagaimana mereka bertindak. Pikiran kita dan tindakan kita sendirilah yang merupakan faktor penentu dalam kehidupan ini. Ada sebuah kekuatan yang besar dalam diri kita masing-masing, tetapi kekuatan itu terkadang tidak kita pergunakan dengan benar, atau kita buang percuma karena ketidaktahuan kita akan apa yang kita miliki itu. Kita terus menerus dingatkan tentang energi yang terbuang sia-sia, baik oleh negara secara besar-besaran maupun di dalam rumah kita. Sebagaimana masalah ini penting, bahkan lebih mengejutkan melihat energi manusia yang terbuang percuma. Beribu-ribu orang, sebagian dengan otak cemerlang berkeliaran kemana-mana dan tidak melakukan apapun hari demi hari tanpa ada putusnya. Mereka menginginkan lebih banyak dari kehidupan ini tetapi tidak yakin bahwa mereka mampu mencapainya.

Secara tidak sengaja kadang kita menganggap, pikiran merupakan sesuatu yang biasa-biasa saja. Sering kita gunakan pikiran untuk melamun yang bukan-bukan, mengkhayal hal yang aneh, meramal ini dan itu, dan tentu saja menghambur-hamburkan pikiran kosong lainnya. Seandainya kita tetap menyadari bahwa pikiran mempunyai energi, pikiran bias merubah suasana, menaklukkan lingkungan, bisa membuat hidup lebih nyaman, maka pastilah akan kita gunakan pikiran sebaik mungkin. Tentu tidak semua orang tahu energi kuat yang terkandung dalam pikiran, belum tahu cara menggunakan pikiran yang efektif dan efesian yang dapat merubah dirinya.

Apabila selama sehari penuh kita berpikir terus, tentu yang kita rasakan adalah energi kita terkuras, kepala pusing, dan badan menjadi loyo. Dalam kekekalan energi dikatakan bahwa energi tidak dapat lenyap tanpa merubah bentuk yang lain. Sewaktu kita berpikir yang bukan-bukan, maka energi kita akan terpancar berhamburan menuju objek pikiran yang tiada guna.

Daya pikiran perlu dilatih supaya lebih tajam dan kuat, menimbun daya pikiran agar pikiran lebih berbobot, dan yang paling penting adalah bagaimana menggunakan pikiran untuk sesuatu yang berguna dalam kehidupan kita. Tidak berlebihanlah bila ada orang bijak yang mengatakan bahwa pikiran akan mendatangkan segala kemudahan, uang, dan apapun yang kita butuhkan. Apabila pikiran ibarat seorang sopir, maka kita belajar mendidik agar pikiran bisa berfungsi sebagai sopir yang baik, tahu rambu-rambu dan peraturan, serta punya sopan-santun di jalan.

Fungsi Pikiran

Pikiran, hati, panca indera, dan seluruh anggota badan bisa kita kendalikan dengan kesadaran. Kesadaran sangat menentukan, akan tetapi sebagai kekuatan abstrak ia tidak selalu mandiri. Dikala pikiran kita sedang berfungsi, kesadaran kita akan larut dalam fungsi pikiran. Saat hati sedang berfungsi, kesadaran akan larut dalam perasaan hati. Semua komponen itu tidak dapat berfungsi sendiri.

Pikiran lebih banyak bekerja dibandingkan dengan kedadaran dan hati. Kesadaran bekerja sebagai pembuka pikiran. Hati bekerja untuk yakin dan percaya. Kerja pikiran sangat kompleks, dari mencari gagasan, menaggapi, memilih, menimbang, sampai membuat keputusan. Anda tentu masih ingat bagaimana citra diri yang positif dapat lebih banyak memberikan hasil dari yang kita pikirkan, dan citra diri negatif yang dapat menghancurkan hidup seseorang. Semua berawal dari pikiran yang kita miliki dan kita kembangkan.


Melatih Pikiran

Seperti anak kecil yang ingin menggunakan kemampuan anggota badannya, dia belajar sedikit demi sedikit dan sering dihiasi dengan kegagalan. Begitu juga bagi kita orang dewasa, kita masih belajar banyak untuk menggunakan kemampuan berpikir secara cepat dan tepat. Memang kita sudah dewasa, tetapi kebanyakan orang, mereka hanya sedikit yang menggunakan kemampuan berpikir untuk menunjang kehidupannya. Dengan kata lain, orang lebih banyak hidup dengan menggunakan tenaga fisiknya dari pada menggunakan tenaga otaknya. Pikiran sebenarnya berbeda dengfan alat-alat fisik, misalnya alat-alat dapur. Pisau bila digunakan akan menjadi tumpul, tetapi pikiran malah sebaliknya. Makin sering orang menggunakan daya pikirannya, maka pikirannya makin tajam, makin cermat, dan akurat.

Ada empat kemampuan dasar pikiran yang perlu dikembangkan, yaitu: mengamati objek dengan cermat dan teliti, berkonsetrasi pada objek secara serius, cepat menimbang dan mengambil keputusan, dan tahan lama dalam menyimpan objek ingatan. Dalam melatih pikiran, kita tidak perlu menyiapkan waktu dan menyediakan tempat yang khusus. Membiasakan diri dalam memperkerjakan pikiran secara sadar, dan disengaja itu sudah hal yang baik. Dengan kebiasaan ini pikiran akan cepat bereaksi menanggapi dan membaca situasi. Jangan lewatkan hal apapun didepan kita tanpa pengamatan. Banyak membaca adalah penting. Tapi yang lebih penting adalah kita harus dapat membaca lingkungan.


Pancaran Pikiran

Pikiran adalah energi. Energi pikiran keluar dari tubuh memancar ke lingkungan sekitar kita. Energi yang kuat akan terfokus kepada objek-objek pikiran. Pikiran yang terlatih dan kuat akan memancar jauh dan menjangkau lebih luas. Pikiran yang tajam dan jelas akan lebih mudah menembus dari pada pikiran yang kacau.

Sering kita melihat atau mengalami: Jika kita teringat pada anak, keluarga dan saudara yang berda jauh, maka pada saat yang bersamaan merekapun teringat pada kita. Orang yang kosong pikirannya akan mudah dipengaruhi oleh orang yang tajam pikirannya. Saat kita bertandang ke pada tokoh-tokoh masyarakat atau rohaniawan, dan orang bijak, maka hati kita kan merasa nyaman, tenang, dan sejuk walaupun hanya berdekatan, belum mendengarkan nasehatnya. Kita menjadi pesimis apabila sering bergaul dengan orang-orang yang tidak punya cita-cita. Kejadian-kejadian itu contoh sesuatu yang sering terjadi di tengah masyarakat. Jika memiliki pikiran yang tajam, tentu tidak akan mudah dipermainkan oleh keadaan.

Orang-orang yang memiliki pikiran yang kuat akan mudah merubah atau mempengaruhi orang-orang yang lemah pikirannya. Orang yang lemah pikirannya akan menjadi kambing hitam bagi orang yang suka melempar kesalahan pada orang lain, menjadi tempat pembuangan sampah bagi orang yang suka merasa diri bersih.


Penunjang Daya Pikiran

Makin banyak kita berpikir, maka makin banyak pula energi yang kita keluarkan. Kalau tidak ditunjang oleh sarana yang memeberikan daya atau kekuatan pada pikiran tentu akan segera loyo. Daya kerja pikiran adalah abstrak, namun hasilnya jelas dan kongkrit, serta kita dapat menikmatinya. Banyak gedung pencakar langit, jembatan layang, sarana transportasi dan komunikasi yang semakin canggih. Ini adalah contoh hasil kerja pikiran manusia walaupun tidak semua rencana atau gagasan manusia menjadi kenyataan. Kalau Tuhan menciptakan mahluk, cukup dengan kata-kata, “Jadilah”, maka apa yang dikehendakiNya akan jadi. Akan sangat lain dengan manusia, tidaklah cukup dengan “ Fim salabim…aba kadabra”. Dari membuat tempe goreng sampai membuat satelit canggih tentu semuanya pernah terlintas, dan pernah menyita daya pikir manusia.

Ada beberapa sarana yang diperlukan oleh otak kita: makanan yang bergizi, olah raga yang teratur, dan istirahat yang cukup. Makanan yang bergizi dan vitamin yang dibutuhkan merupakan kebutuhan pokok pikiran agar tetap berpikir prima. Disamping untuk mengganti sel-sel tubuh yang rusak, makan diubah menjadi energi pikiran. Olah raga menunjang metabolisme tubuh, memperlancar peredaran darah khususnya di daerah otak. Pikiran tidak dapat bekerja non stop, istirahat yang cukup harus selalu diperlukan. Dalam keadaan kurang tidur, pikiran akan kacau dan tidak akan dapat tahan lama untuk berkonsetrasi dalam berpikir.

Kemantapan Melalui Penguasaan Pikiran

Walaupun kita tidak dapat menguasai perasaan kita secara langsung, kita dapat menguasai secara tidak langsung dengan jalan menguasai pikiran. Kita dapat menguasai pikiran-pikiran bilamana kita kehendaki hal itu. Tapi sedikit orang yang dapat memusatkan perhatiannya pada sesuatu hal dalam jangka waktu yang lama. Kita adalah seperti apa yang kita pikirkan. Ini benar. Pikirab-pikiran kita yang dominan (kuat) cenderung untuk menyatakan diri.

Paulus berkata agar kita berpikir tentang hal-hal yang benar, “ berpikirlah tentang barang apa yang kedengaran baik”. Sebagaimana yang dikatakan Petrus: “Hendaklah pikiranmu tajam”(1 Petrus 1:13). Pikiran cenderung menampil keluar. Di bawah pimpinan Tuhan, kita atur pikiran-pikiran kita. Berpikirlah sendiri. Kita harus dapat menjaga diri terhadap pengaruh serta nasehat sanak saudara dan teman-teman yang bermaksud baik, tetapi sering sekali bersifat negatif dan merusak. Biarlah pikiran-pikiran kita diatur menurut kehendak Tuhan saja. Pikiran-pikiran yang berasal dari-Nya akan memimpin kita kearah kemantapan jiwa yang merupakan sebuah perisai melawan pikiran jahat dan yang merusak diri kita dan orang lain.

Tantangan dalam Pendidikan Kita (Bagian ke-1)

Pendahuluan
Tantangan yang dimaksud di sini bukanlah berarti "lawan” yang harus kita kalahkan atau kita dikalahkannya seperti layaknya pertandingan. Tantangan di sini berarti bahwa kita dihadapkan berbagai persoalan yang membuat kita menyikapinya.

Pendidikan adalah suatu sistem yang terdiri dari berbagai unsur atau komponen. unsur-unsur itu antara lain guru, anak didik, orang tua, masyarakat, materi, sarana-prasarana pendidikan, dan hal-hal lain yang tak bisa disebutkan dalam tulisan ini. Guru sebagai salah satu komponen pendidikan bukanlah manusia super bisa. Ia menghadapi tantantan yang sama seperti masyarakat pada umumnya. Untuk mepertahankan "orang-orang yang baik" ini dalam pekerjaannya dibutuhkan jaringan yang mendukung.

Pribadi Guru
Hasil riset menunjukkan bahwa guru yang baik adalah teladan yang baik. Ia memiliki semangat mengajar, menghargai pendapat murid, bekerja keras, berani mengambil risiko, dan menjadi pembaharu. Dan mendidik adalah profesi yang berhubungan dengan kasih sayang, kreativitas, disiplin, kemampuan menyelesaikan masalah, serta kemampuan memperkembangkan pribadi. Begitu banyak kehidupan manusia yang disentuh oleh pendidikan. Oleh karena itu, untuk menjadi guru yang notabene juga seorang pendidik, guru harus bisa menjadi seorang perawat, konselor dalam bimbingan, orangtua, kakek / nenek, dan teman belajar. Dan mungkin karena tuntutan-¬tuntutan itulah para pendidik masih jauh dari baik.

Paradoks terbesar adalah saat saya menjumpai seorang murid yang mengatakan bahwa ayahnya pernah menasehatkan, "Jangan pernah menjadi guru karena gajinya sedikit". Saya menyuruh anak itu bertanya kepada ayahnya, apakah ia ingin anaknya diajar oleh "guru yang baik?" Saya jelaskan uang dan ketenaran bukan bagian dari profesi "guru yang haik". Ada kepuasan saat mengajar yang tidak bisa dipenuhi dengan gaji, yaitu jika kita mengaabdikan diri pada rasa tanggung jawab, dan segala gangguan, serta ketidakpuasan dengan sendirinya akan menyingkir.

Dalam Kelas
Tantangan besar dalam pendidikan adalah membuat anak-anak mau membaca. Semakin banyak murid membaca dan menulis, semakin terbuka kemungkinan menemukan ide-ide dan dunia baru. Anak-anak belajar membaca, dan dengan membaca anak-anak telah belajar.

Kompetensi setiap murid berbeda. Jika guru dan orang tua mengelompokkan murid yang "membutuhkankan per¬hatian" dengan murid-murid yang advance, kita melihat bahwa murid yang membutuhkan banyak perhatian ini kerap terpinggirkan, sedang murid yang advance malahan mendapat banyak hal. Hal ini tentu tidak adil. Kita mengetahui bahwa pendidikan juga berarti membantu setiap orang mengerti betapa berharga dirinya bagi keseluruhan sistem.

Saat murid-murid kota besar tumbuh dengan satelit, komputer, AC, dan internet, kita juga perlu memikirkan anak-anak di kota kecil atau yang berada di pelosok. Mereka berhak pula mendapatkan pendidikan setara dengan anak-anak golongan "atas" itu. Mungkin bahasa anak-anak ini buruk. Sikap mereka membutuhkan perbaikan. Namun kita juga perlu mengingat bahwa kita masih dapat memperkembangkan mereka.

Dalam hal ini kita tidak boleh hanya mengajarkan matematika, ilmu pengetahuan, dan sejarah. Kita harus mengajari pula mereka tentang hidup. Tentang bagaimana berkomunikasi dengan sesama. Bagaimana mengakhiri konflik dengan damai dan bagaimana berjuang mendapatkan apa yang mereka inginkan atau cita-citakan.

Namun yang sering terjadi adalah semakin miskin ekonomi, semakin miskin pula sistem pendidikannya. Kita perlu ingat tidak ada satu ujian pun dapat meramalkan sisa kehidupan seseorang. Demikian juga seharusnya tidak ada satu sekolah-pun yang melihat keberhasilan pengajarannya hanya dari "nilai" yang didapatkan anak didiknya saat ujian.

Hasil ujian dengan menghasilkan nilai 1 sampai 10 sungguh diragukan. Itu tidak berarti apa-apa. Yang didapatkan anak hanya selembar kertas bertuliskan "nilai" yang belum tentu memberitahukan kemampuan si anak itu sepenuhnya atau sesungguhnya. Atau sungguh tepatkah nilai itu melambangkan kemampuan si anak dalam bidang itu? Nilai bukan satu-satunya ukuran sukses tidaknya seseorang dikemudian hari. Guru hadir untuk membantu murid-murid mengembangkan kemampuan yang akan mereka bawa.

Anak-anak perlu mengenal masalah-masalah nyata di dunia. Mereka perlu diberi kesempatan untuk memikirkannya, untuk kemudian memecahkannya, Pendidik juga butuh waktu untuk mengetahui apa yang dipikirkan anak-anak, arah yang mereka pikirkan, dan apa yang mereka tuju, dan bukan sekedar menteorikan hal-hal karena kurikulum.

Tantangan dalam Pendidikan Kita (Bagian ke-2, akhir)

Dalam Sekolah
Sepenting-pentingnya pencapainan ademis, seharusnya tidak boleh merenggut karakteristik manusiawi sekolah, walau penulis menyadari untuk berada dalam karakter manusiawinya, sekolah akan menghadapi posisi sulit ketika harus memilih antara mencapai target kelulusan atau membuat komunitas sekolah yang lebih sehat dan kuat di-mana untuk pencapaian idealnya butuh waktu beberapa tahun. Namun tetap perlu diingat, bahwa sekolah selalu memegang dua peran yang berbeda. Pertama, mereka menjadi pelindung nilai-nilai tradisional. Kedua, sekolah memiliki tanggung jawab untuk berinovasi dan merespon masalah dari waktu ke waktu.

Begitu banyak hal yang harus dihadapi anak-anak di dunia nyata sehingga saya merasa bahwa keberadaan pendidik membuat mereka merasa nyaman saat berada di sekolah. Pengandaiannya bila pergi ke persidangan dengan tuduhan praduga tak bersalah, maka seharusnyalah kita masuk ruang pengadilan dengan suatu kepercayaan. Kalau guru tidak mempercayai siswanya, bagaimana siswa itu akan menaruh kepercayaan kepadanya? Dengan sikap saling percaya ini kelas dapat menjadi sebuah komunitas yang saling menghormati, berintegritas, mencintai, menerima, dan merasa memiliki.

Dalam Keluarga
Telah terjadi perubahan dalam kehidupan keluarga para murid. Banyak di antara mereka yang berasal dari keluarga bermasalah.. Dan menurut penulis sesungguhnya bukan teknologilah yang membuat pembelajaran siswa menjadi berhasil namun kehancuran keluarga secara terus meneruslah yang lebih banyak membuat pendidikan anak menjadi keropos.

Penulis merasa banyak anak tidak dibebaskan berbicara di rumah, dan di sekolah guru mengatakan siswanya sangat ribut. Saya bertanya kapan lagi anak-anak memiliki kesempatan untuk berbicara dan didengarkan? Menurut penulis, guru dan orang tua perlu menjadi rekan dalam proses belajar si anak.

Ada banyak hal yang dapat dilakukan orang tua agar anak-anaknya datang ke sekolah dengan kesiapan untuk belajar. Menurut pengalaman penulis, jika orang tua tidak mendukung anaknya pastilah mereka berada dalam satu dari dua alasan. Pertama, mereka tidak tahu cara mendukung anaknya. Atau kedua, mereka tidak mengetahui bahwa dukungan mereka sangat penting bagi anak mereka.

Banyak orang berpikir selama anaknya dijemput dengan bus sekolah, berarti sekolahnya bagus. Padahal mereka perlu juga menyadari apa tugas mereka sebagai orang tua yang mendampingi anak-anaknya.

Dalam Masyarakat
Salah satu tantangan yang paling besar dalam pendidikan saat ini adalah meningkatkan kesan masyarakat terhadap guru. Apa yang salah dalam pendidikan kita tidak hanya karena guru. Kita harus mengembalikan pengajaran ke status yang benar sebagai suatu profesi.

Kita menerima tanggung jawab semakin besar dan banyak, dengan rasa terima kasih yang semakin sedikit. Dalam mengajar, jalan yang harus ditempuh seringkali panjang, sulit, penuh rasa frustasi, walaupun sebagai "guru sejati" kita tidak bisa membandingkan antara tantangan dan penghargaan.

Penyakit masyarakat juga telah masuk ke sekolah. Kita sepertinya terkejut bahwa masalah kemiskinan, tunawisma, narkoba, kehamilan, dan bunuh diri pelajar muncul di sekolah. Beberapa kasus bunuh diri pelajar menghiasi kolom-kolom surat kabar yang sesungguhnya sudah sarat dimuati berita hukum dan kriminal yang semakin mengerikan.

Sekarang ini kita tidak dapat melepaskan, memisahkan, sekolah, masyarakat dan rumah. Jika seorang murid menggunakan obat terlarang, ia tidak bisa melepaskannya saat berada di sekolah. Jika seorang siswi hamil, ia tidak bisa menutupinya. Dengan semua masalah yang mereka miliki sekarang, para guru perlu menjadi alat bantu orang tua.

Jika masyarakat ditanya tentang masalah-masalah yang paling sulit dewasa ini, penulis yakin jawabannya adalah masalah komunikasi dengan pasangan, komunikasi.dalam keluarga, komunikasi dengan rekan kerja, keuangan, dan membesarkan anak. Penulis berpikir pendidikan harus memberi kesempatan kepada anak didik untuk belajar menyelesaikan masalah-masalah itu berawal dari pengendalian perasaan mereka pribadi menuju penyelesaian masalah yang lebih kompleks.

Saya ingin menyampaikan kepada masyarakat bahwa kelangsungan pendidikan masyarakat yang efektif sangatlah penting untuk kita semua. Kita membutuhkan pendidikan bagi semua orang, kesadaran masyarakat, kerjasama, kerja tim antara orangtua, masyarakat, dan pendidik untuk bersatu dalam investasi masa depan. Karena kita tahu dalam pendidikanlah, kita menginvestasikan kepentingan masa depan, anak-anak dan bangsa kita.

Pada Akhirnya
Jika para orang tua, pendidik, murid dan anggota masyarakat menjalankan tanggung jawabnya masing-¬masing, kita dapat memenuhi standar bahkan melebihinya. Pendidikan perlu dipandang sebagai bentuk kerjasama. Dengan demikian tugas mendidik yaitu mengajar adalah tanggungjawab bersama antara sistem sekolah, keluarga, institusi keagamaan, dan masyarakat. Profesi mengajar takkan berhasil bila hanya satu pihak saja yang mengusahakannya.
Sebagai pendidik, kita punya banyak tantangan. pekerjaan serta berbagai masalah di hadapan mata. Namun kita juga yakin masa depan akan menjadi menggembirakan. Saat kita merasa "dilumpuhkan" oleh retorika tentang tanggung jawab, ujian, dan standar kinerja, kita perlu mengingat kembali misi pertama kita yaitu membantu anak-anak belajar dengan baik. Ingatlah! Bayangan pendidik teladan bukanlah seseorang dengan tumpukan kertas yang harus dinilai. Dan pekerjaan mengajar adalah usaha tim. Para pendidik membutuhkan dukungan. Tanpa kolaborasi semua pihak yaitu orangtua, para guru, anggota komunitas, dan pembuat kebijakan, guru tidak akan bisa menyelesaikan pekerjaannya.

Kerumitan dunia pengajaran adalah suatu tantangan yang layak mendapatkan usaha dan dedikasi terbesar. Tidak ada dua hari yang lama. Setiap hari adalah berbeda. Pekerjaan guru adalah sebuah petualangan menyatukan banyak hal dari semua bidang kehidupan yang berbeda.

Pendidikan Adalah Investasi


Pendidikan berasal dari istilah eks-ducare, yang berarti memimpin orang-orang luar. Lulusan pendidikan harus menjadi manusia bebas. Bebas dari fisik, mental, dan rohani, yang pada muaranya untuk mengembangkan rasa independen dan berdaulat dalam kehidupan baik pribadi dan kehidupan sosial. Rasa bebas, tentu saja, terbatas dengan damai, tertib hidup dengan dukungan kehidupan, seperti harmoni, konsensus, tanggung jawab, disiplin, dll. Kebebasan manusia membutuhkan keberadaan kualitas pendidikan melalui pengajaran, pembimbingan, dan pelatihan di dalam keluarga dan sekolah. Siswa harus mampu mengambil keputusan dan membuat pilihan, dan bertindak sesuai dengan keputusan pilihan. Pendidikan dapat berarti yang sadar dan direncanakan untuk membangun lingkungan belajar yang aktif untuk mengembangkan potensi anak-anak mereka sendiri.

Perubahan yang terjadi dalam kehidupan keluarga siswa. Ketidakpastian situasi ekonomi, banyak pengangguran, pemecatan karyawan, kondisi politik yang kurang pasti, yang lebih mengerikan kasus pidana harus dihadapi oleh para siswa dan orang tua. Jika orang tua ditanya tentang masalah yang paling sulit saat ini, pada umumnya, yang terbaik untuk masalah komunikasi (hubungan dengan keluarga), keuangan, dan mendidik anak-anak. Banyak dari murid-murid yang berasal dari keluarga bermasalah. Bukan teknologi yang membuat pendidikan berhasil, tetapi kehancuran keluarga yang gagal untuk membuat pendidikan anak-anak. Banyak anak-anak yang mendapat tekanan, tidak bebas berpendapat, seperti, dll. Ada banyak hal yang dapat dilakukan oleh orang tua anak-anak yang datang ke sekolah dengan kesiapan untuk belajar. Jika orang tua tidak mendukung anak-anak mereka dalam belajar, karena mereka benar-benar tidak tahu cara untuk mendukung anak-anak mereka, atau mereka tidak memahami bahwa dukungan mereka sangat penting bagi anak-anak mereka.

Sekarang kita tidak dapat memisahkan sekolah, masyarakat dan rumah. Jika seorang pelajar menggunakan narkoba, ibu hamil atau siswa, tidak akan dapat melepas penutup dan dimanapun ia berada. Guru sebagai pendidik dan orang tua juga harus memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar memecahkan masalah. Mengapa banyak orang tua memberikan hukuman fisik untuk anak-anak mereka ketika pulang sekolah mendapat nilai jelek? Namun, orang tua seharusnya tidak memaksakan kehendak untuk membuat keras dan mereka adalah anak-anak yang menarik. Anak-anak tidak menyalin orang tua mereka. Orang tua perlu mengingat kembali tugasnya sebagai guru yang pertama dan utama. Pendidikan dalam keluarga adalah sangat penting untuk anak-anak, karena pendidikan yang kita investasi uang, waktu, kepentingan masa depan anak-anak, dan bangsa kita.

RENUNGAN DARI SEORANG SAHABAT



Aku mencintaimu bukan melulu karena dirimu melainkan karena diriku inilah yang berada disisimu.

Tak seorangpun berhak atas tetesan air matamu, namun siapa yang seharusnya berhak tak pernah mengharapkannya.

Bila seseorang tidak mencintaimu sebagaimana engkau inginkan, bukan berarti bahwa engkau tidak dicintainya dengan segenap kasih sayangnya.

Sahabat sejati adalah dia yang memegang tanganmu dan menyentuh hatimu dengan kasihnya yang tulus .

Cara terburuk kehilangan seorang sahabat adalah ketika engkau duduk disampingnya dan engkau tidak menyadarinya kehadirannya.

Jangan pernah berhenti tersenyum sekalipun ketika sedang bersedih, siapa tahu seseorang jatuh hati justru pada senyumanmu itu.

Engkau mungkin hanyalah salah seseorang di dunia ini, namun bagi seorang engkau adalah seluruh dunia .

Engkau tidak harus melewati waktumu dengan orang yang tidak ingin melewati waktu itu bersamamu .

Pencipta mengharapankan engkau bertemu dengan orang sulit, sebelum engkau menemukan orang yang baik sehingga engkau bersyukur karenannya .

Tak usah menangis karena sesuatu telah berakhir, melainkan tertawa lah karena sesuatu terjadi.

Selalu saja ada orang yang menyakiti hatimu, Namun tetap lah mempercayai orang lain sekaligus bersikap hati-hati.

Berusahalah menjadi pribadi yang baik dan berhentilah mengharapakan orang lain akan mememahami dirimu.
Engkau tak perlu mengeluh terus menerus karena banyak hal-hal luar bisa terjadi ketika kita tidak mengharapkannya.

Friday, June 12, 2009

Merayakan Hidup (sebuah refleksi atas hidup yang telah kita jalani)

Berbicara mengenai perayaan, kita cenderung mudah membayangkan pesta-¬pesta yang gembira, menyenangkan dan meriah. Di sana kita dapat melupakan sementara waktu beban-beban hidup dan membenamkan diri dalam suasana musik, tarian, minuman, gelak tawa, dan pembicaraan ringan yang menyenangkan. Perayaan yang dimaksudkan di sini bukan yang seperti itu, mungkin kata yang dapat mewakili dan sudah biasa terdengar di telingan kita adalah syukur. Perayaan hanya mungkin kalau ada kesadaran yang mendalam bahwa kehidupan dan kematian tidak terpisah, ketakutan dan kasih, kegembiraan dan kesusahan, air mata dan senyum dapat berada bersama. Peraayaan adalah penerimaan kehidupan dalam kesadaran yang terus berkembang bahwa hidup itu benilai.

Hidup bernilai bukan hanya karena hidup dapat dilihat, disentuh, dan dirasakan tetapi juga karena hidup suatu hari akan lenyap. Ketika dilahirkan kita menjadi bebas untuk bernafas, akan tetapi kehilangan keamanan yang yang diberikan seorang ibu. Saat melayat kematian, kita merayakan persahabatan yang hilang, sekaligus kebebasan yang diperoleh. Ketika mendapatkan pekerjaan, kita tidak lagi tergantung orang lain karena memiliki penghasilan sendiri, akan tetapi kita kehilangan dorongan yang kita dapat dari guru dan kawan. Saat pensiun kita akan cukup waktu untuk melakukan sesuatu yang kita kehendaki, akan tetapi kehilangan topangan yaitu merasa dibutuhkan orang lain. Kalau dapat merayakan kehidupan pada saat-saat yang menentukan seperti itu, dimana mendapatkan dan kehilangan selalu saling terkait, sebuah pelajaran kita peroleh dan kehidupan bahwa barang siapa kehilangan nyawanya akan menemukannya.

Orang yang mampu merayakan hidupnya dapat menghindar dari godaan untuk mencari kegembiraan atau kesusahan saja. Perayaan bertentangan dengan pelarian kenyataan, perayaan merupakan penerimaan hidup seutuhnya dengan segala keruwetannya. Dari pengalaman hidup tentu akan mendapat situasi dimana kita ingin sekali mengingkari kenyataan yang kita hadapi. Terkadang terasa berat untuk mengakui sesuatu yang tidak kita inginkan, pembenaran diri dengan segala macam bentukya kita lakukan untuk menutupi dan menyembunyikan. Tidak kita sadari pula munculnya suatu bentuk sikap pelarian. Ada tiga unsur penerimaan, yaitu: mengakui, mengenang dan mengharapkan.

Untuk merayakan hidup, dituntut lebih dahulu mengakui sepenuhnya keadaan. Kita berkata dengan kesadaran penuh: inilah kita, ada di sini, di saat kini. Kita hanya dapat merayakan apabila ada sesuatu hadir untuk dirayakan. Ketika napas dibanjiri dengan berbagai pikiran dan gagasan yang menjauhkan diri dari keberadaan kita, muncullah pekerjaan yang belum selesai, rencana untuk besok hari, situasi keluarga, dan hal-hal lain. Di sana akan banyak beribu-ribu pertanyaan muncul dan tidak didapat jawabnya, tentu keadaan ini membuat ketidakhadiran di tempat kita berada.

Walaupun secara fisik sudah hadir, namun hati dan pikiran berada pada suatu tempat yang tidak dapat dijangkau oleh orang lain dan sulit untuk diri sendiri. Kalau sedikit demi sedikit dan dengan teliti dapat menyingkirkan semua pengacau, kita akan mulai tersadar akan sesuatu yang selama ini telah menunggu untuk disadari, yaitu kita sungguh hadir pada diri kita sendiri. Dalam waktu yang sama pula akan kita sadari kehadiran orang lain yang ada bersama kita. Doa bersama akan berarti bahwa kita hadir satu bagi yang lain, tujuannya bukan hanya pemecahan atau pertolongan tetapi menjadi sebuah usaha untuk tampil dan siap digunakan satu sama lian, saling meneguhkan dengan berbagai macam cara masing-masing pribadi menghayati hidup.

Seseorang yang tidak memiliki masa lampau, ia tidak dapat merayakan masa kini dan tidak menerima hidup sebagai miliknya sendiri. Cara orang berhubungan dengan masa lampaunya sendiri menjadi sangat penting bagi pengalaman hidup. Masa lampau dapat menjadi penjara yang mengurung selama-lamanya, merasa malu, dikejar-kejar rasa salah; atau sebuah alasan untuk memuji diri, kesombongan dan rasa puas diri. Ada orang yang berkata dengan sesal, "seandainya waktu dapat kembali, tentu akan kuhidupi dengan cara yang lain"; orang lainnya dengan penuh keyakinan berkata, "mungkin Anda akan berkata kalau saya tua dan lemah, namun lihatlah banyaknya piala yang saya dapatkan".

Orang yang merayakan kehidupannya tidak menjadikan masa lalu menjadi sebuah penjara atau kesombongan, akan tetapi menghadapi kenyataan sejarah dan sepenuhnya menerima sebagai unsur yang memungkinkan untuk menyatakan bahwa hal itu adalah pengalaman pribadi. Saat mengenang orang-orang yang telah mendahului (meninggal), kita akan menyadari telah ditangah-tengah sejarah dan mengakui telah dibawa ke tempat sekarang, berada diantara mereka yang telah menghayati hidup.

Seandainya masa lampau adalah kata terakhir, semakin tua ia akan memenjarakan diri. Apabila masa kini adalah saat yang terakhir untuk mendapatkan kepuasan, orang akan mencengkeram dengan nafsu yang besar dan mencoba untuk memeras sampai tetes yang terakhir kehidupan ini. Akan tetapi masa kini memberikan janji dan membentang di hadapan kita, memungkinkan kita untuk marangkul masa depan seperti halnya masa lampau.

Perayaan diartikan sebagai pengakuan atas masa kini, dengan mengenang masa lampau dan mengharapkan lebih lagi akan masa depan. Namun kenyataannya hal ini sulit, jarang terjadi, masa kini lebih sering ditolak daripada diterima. Ketika Yesus meninggalkan murid-Nya, Ia memberikan roti dan anggur sebagi kenangan akan apa yang pernah dilakukan sehingga la dapat terus hadir. Kita mengenang peristiwa itu, menaruh harapan kepada-Nya.

Merayakan adalah sebuah tantangan yang paling sulit, yang harus dihadapi oleh orang modern. Orang modern tidak sekedar makan dan minum, tetapi mengenal makan siang untuk keperluan usaha bisnisnya atau makan malam untuk menyelesaikan urusan-urusan, dan ia selalu berpikir hal yang akan terjadi besok. Masa lampau menjadi suatu kesempatan yang sudah digunakan atau yang tidak digunakan, masa kini menjadi hal kekuatiran mengenai masa depan yang selalu menjadi dambaan. Kebudayaan kita adalah kerja, tergesa-gesa, kuatir, dengan berbagai macam kesempatan. Kita hanya bagian yang sangat kecil sejarah dan hanya memiliki hidup yang pendek. Akan tetapi kalau kita membawa buah karya di tangan dan mempersembahkan kepada Allah dengan keyakinan yang mendalam, bahwa Dia mendengarkan dan menerima persembahan kita, hidup menjadi sebuah anugerah untuk dirayakan.

Wednesday, June 10, 2009

Pengaruh Emosi dan Kesehatan Kita

Gangguan emosional membangkitkan toksin yang sangat kuat dan mematikan. Pada sebuah penelitian, darah yang diambil dari orang yang sedang mengalami ketakutan dan kemarahan yang hebat, disuntikkan ke hewan percobaan dapat mematikannya dalam waktu kurang dari dua menit. Segala sesuatu yang ada di pikiran mempengaruhi zat kimia tubuh dalam waktu setengah detik. Toksin yang dihasilkan dari rasa takut, marah, benci, frustasi, dan stres menyebabkan penyakit hasil dari suatu konflik batin yang tak terpecahkan. Sistem keyakinan dan harapan mempengaruhi kesehatan, tubuh kita dipengaruhi oleh kondisi mental.

Apabila Anda atau saya mengalami sakit fisik, kemungkinan bahwa penyakit itu terjadi karena tekanan emosi adalah lebih dari 50%. Dari hasil penelitian tersebut dihasilkan suatu kesimpulan bahwa penyakit dibedakan menjadi tiga macam : pertama penyakit organik, kedua penyakit emosional, dan yang ketiga adalah penyakit campuran (antara organik dan emosional). Masing-masing jenis penyakit memiliki kemungkinan prosentase yang sama.

Sakit yang disebabkan oleh emosi adalah penyakit fisik, bukan penyakit mental. Penyakit itu menyebabkan ribuan gejala, seperti: sakit pada leher, nephroselerosis, radang dinding lambung, demam, diare, dan lain-lain. Emosii terdiri atas perubahan kimiawi dan fisik di dalam tubuh (baik pada bagian wajah yang dapat dilihat orang lain, maupun internal sehingga hanya dapat dirasakan yang bersangkutan atas dasar perubahan dari hasil pikiran yang muncul menjadi perasaan. Dalam emosi kemarahan, salah satu dari perubahan internal adalah meningkatnya tekanan darah yang terkadang menghentikan aliran darah otak dan mengakibatkan stroke. Perubahan internal lainnya adalah menyempitnya aliran darah koroner di jantung, ini terkadang membuat kematian koroner (penyakit jantung). Perubahan kimiawi dan fisika dalam tubuh (emosi) diproses oleh otak melalui sistem syaraf otomatis dan melalui kelenjar-¬kelenjar endokrin.

Pada dasarnya kita harus mempertimbangkan segala hal yang akan lakukan untuk diri kita sendiri, sebelum kita memberikan kesempatan pada emosi untuk bereaksi. Emosi yang sehat seperti ketenangan hati, kegembiraan, dll pengaruhnya adalah sama terhadap kondisi kesehatan.

Emosi yang sehat tidak memperdulikan hal-hal yang merugikan, dorongan dan semangat hidup, keceriaan, canderung mendorong kelenjar di bawah otak untuk memproduksi spektrum hormon yang optimal. Emosi yang baik juga memberikan pangaruh yang lebih besar terhadap kesehatan, dibandingkan dengan segala macam obat.

Setiap orang cenderung memiliki dua perangkat emosi yang berbeda. Masing-masing perangkat itu membuat perubahan kimia dan fisika sendiri di dalam tubuh. Emosi superfisial adalah perangkat emosi yang dari waktu ke waktu berada di permukaan, seperti kebahagiaan yang memancar ketika seseorang memberikan sekotak permen coklat dan mengucapkan selamat ulang tahun kepada kita. Emosi fundamental atau emosi yang lebih mendalam adalah emosi yang merupakan latar belakang dari dunia yang kita huni.

Seseorang bisa saja memiliki sifat yang terlihat dari luar seolah-olah dia sedang gembira tetapi memiliki seperangkat emosi yang membuatnya tertekan. Kadang-kadang emosi fundamental muncul akibat pengaruh ketidak-dewasaan ataupun faktor lain yang tidak kita sadari. Orang yang telah belajar untuk memelihara dan mempertahankan kepasrahan, ketenangan hati, keberanian, keteguhan hati, dan keceriaan, memiiilki statis emosional.

Orang yang memiliki ketegangan emosional dan penyakit yang disebabkan oleh faktor emosi bukan hanya karena masalah yang berlimpah atau sulit, melainkan karena cara penanganan dari masalah yang biasa. Kemampuan menangani berbagai fase kehidupan manusia dengan cara yang efektif dengan suatu jalan yang menghasilkan sejumlah kenikmatan dan ketegangan diistilahkan kedewasaan.

Kedewasaan yang dituntut di sini terdiri dari kualitas seperti berikut:
1. Perasaan tanggung jawab dan kebebasan yang baik
2. Sikap memberi bukan menerima.
3. Meningkatkan egoisme kompetitif menjadi kerjasama.
4. Mengakui dan menerima batasan-batasan sosial masyarakat.
5. Memahami bahwa agresivitas, permusuhan, kemarahan, kebencian, dan kekerasan merupakan kelemahan, sedangkan niat baik, kebaikan hati, adalah kekuatan.
6. Mampu membedakan fakta dan angan-angan.
7. Menjadi flesibel dan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan

Apabila Anda mulai menghadapi tekanan emosi yang berat, seperti rasa takut, cemas, khawatir, atau putus asa, HENTIKANLAH ! Gantilah perasaan itu dengan emosi yang sehat. Kebahagiaan atau bukan tergantung pada tingkat pikiran yang kita kembangkan. Selamat mencoba menjadi manusia sehat. Semoga artikel ini bermanfaat bagi pembaca.

Friday, June 5, 2009

Arti Hidup dalam Pekerjaan

Saya terinspirasi dengan sebuah cerita dari sebuah buku renungan seperti berikut ini:

Seorang siswa yang masih muda pernah sekali datang kepada Santo Philipus Nerius dan mengatakan kepadanya bahwa dia hendak mempelajari hukum. “ Betapa bahagianya saya. Saya akan mempelajari hukum dan menjadi seorang cendikiawan."
Philipus bertanya. “dan sesudah itu apa?” “ Saya akan menjadi seorang ahli seorang ahli hukum terkenal dan memperoleh kemasyuran.”
“Dan sesudah itu apa?” “Kemudian saya akan sangat kaya dan mendirikan rumah yang megah dan indah.”
“Dan sesudah itu apa.?” "Kemudian saya akan menikah dan hidup senang sampai akhirnya sampai usia tua.”.
Kemudian Philipus mengajukan pertanyaan yang sama. "Francis, sesudah itu, apa ?” Francis tidak tahu lagi harus memberikan jawaban apa, Tetapi sesudah berpikir sejenak, dia menjawab. “Kemudian seperti yang lain saya akan mati.”
“Dan sesudah itu apa?” Orang muda itu merasa sangat terganggu, tetapi dia menjawab dengan agak berat "Kemudian saya akan menanti untuk mengetahui pengadilan yang ditimpakan atas saya." Francis berhenti di sini, dia tidak dapat memberi lagi jawaban lebih lanjut. Pertanyaan ini membuat dia mengubah semua rencana demi masa depannya.

Ada banyak hal yang aku dapatkan dari cerita itu.
Arti hidup dari setiap orang khas dan unik. Mencari arti hidup dapat merupakan tugas yang membingungkan, menantang dan menambah ketegangan batin. Dikatakan bahwa orang yang sehat selalu memperjuangkan tujuan yang memberikan arti kehidupannya. Perjuangan yang terus-menerus itu akan menghasilkan kehidupan yang dipenuhi semangat dan kegembiraan. Dalam parjalanan hidup ada kalanya suatu kekosongan/kehampaan yang akhirnya muncul sebagai perasaan bosan, masa bodoh, dan tanpa tujuan. kehidupan tidak mempunyai arti dan tidak punya alasan untuk meneruskan kehidupan ini. Frank mengemukakan adanya tiga cara untuk memberi arti pada kehidupan dengan melalui apa yang kita berikan pada dunia, apa yang kita ambil dari dunia, dan sikap kita terhadap penderitaan.

Victor Frank mengemukakan 3 faktor, yang merupakan hakekat dari eksistensi manusia yaitu: spiritualitas, kebebasan. dan tanggung jawab. Spiritualitas diartikan sebagai roh atau jiwa. Roh-lah yang menggerakkan kita untuk berbuat, hidup dan ada. Roh ini pula yang memampukan kita untuk hidup, tertawa dan sedih, hahagia dan setia. Tubuh kita memiliki roh. dan selalu berhubungan dengan asalnya roh yaitu Allah. Roh memampukan kita beriman dan percaya pada Allah. Iman itulah yang memberikan landasan bagaimana kita hidup dan berbuat. Kita adalah mahluk spiritual yang hidup di dunia materi, kebutuhan paling mendalam akan cinta kasih dan persahabatan tidak akan terpuaskan oleh materi. Manusia tidak hanya hidup dari roti saja. Kita ditempatkan di atas bumi ini tidak untuk mengumpulkan “mainan” tetapi untuk menuai karunia roh. Karunia ini diberikan kepada kita jika kita mengabdikan hidup kita pada sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri, seperti jalan pelayanan di dunia (biarawan) atau adanya keluarga yang penuh kasih.

Kebebasan kita miliki dan kita perlu menggunakannya untuk memilih bagaimana kita akan bertingkah laku. Ada teriulis, "jikalau kamu tetap di dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakanmu " (Yoh 8:31b-32)

Menceritakan kebebasan pada diri kita sendiri, dan orang lain adalah suatu pembebasan, kebenaran memerdekakan dan membuat kita bebas. Kita jangan sampai didikte oleh faktor-faktor non spiritual (seperti insting), atau kondisi lingkungan. Mereka yang bebas tidak berkeinginan untuk menjadi sesuatu yang bukan diri mereka sendiri. Meskipun ia memainkan peran-reran sosial untuk memenuhi tuntutan dari orang lain atau situasi-situasi. Oleh Carl Rogers dinyatakan bahwa semakin seseorang itu sehat (secara psikologis), makin juga ia mengalami kebebasan untuk memilih dan bertindak sebagai reaksi terhadap situasi-situasi yang berubah. Orang yang sehat dapat memilih dengan bebas tanpa paksaan antara alternatif, pikiran dan tindakan. Perasaan bebas menjadikan orang berfungsi sepenuhnya.

Kita dituntut untuk tanggung jawab terhadap pilihan. "Hiduplah seolah-olah anda hidup untuk kedua kalinya, dan bertindak salah untuk pertama kalinya, kira-kira demikian anda bertindak sekarang." Jika kita berhadapan dengan situasi ini, kita akan tetap menyadari tanggung jawab yang kita miliki.

Frank mengemukakan bahwa orang sehat akan memikul tanggung jawab, menggunakan waktu dengan bijaksana agar karya dan kehidupan tetap berkembang, meskipun kodrat kehidupan singkat dan fana. Apabila kita mati sebelum kita selesai memahat bentuk kehidupan kita, apa yang telah kita kerjakan tidak ditiadakan. Suatu kehidupan yang penuh arti ditentukan oleh kualitasnya, bukan oleh usia yang panjang.

Ketrampilan dan tugas menjadi salah satu kriteria kepribadian matang dari Gordon Allport. Menurutnya, tidaklah cukup hanya memiliki ketrampilan-ketrampilan yang relevan, telapi kita juga harus menggunakannya secara ikhlas, antusias, melibatkan dan menempatkan diri sepenuhnya dalam pekerjaan kita. Tidak akan mungkin kita temukan orang-orang yang sehat dan matang yang tidak mengarahkan ketrampilannya pada pekerjaan mereka. Komitmen, orang-orang sehat begitu kuat sehingga sanggup menenggelamkan semua pertahanan yang berhubungan dengan ego dan dorongan (seperti kebanggan dan jabatan) ketika terbenam dalam kejahatan.

Dedikasi terhadap pekerjaan ada hubungannya dengan tanggung jawab. Pekerjaan dan tanggung jawab memberikan arti dan perasaan kontinuitas untuk hidup. Tidak mungkin mencapai kematangan kesehatan psikologis yang positif tanpa melakukan pekerjaan yang penting dan melakukannya dengan dedikasi, komitmen, dan ketrampilan.

Untuk mencapai dan menggunakan spiritualitas, kebebasan, dan tanggung jawab tergantung pada kita. Tanpa ketiga-tiganya, tidak mungkin menenemukan arti dan maksud dalam kehidupan ini. Pilihan-pilihan sungguh tergantung pada kita saja. Orang-orang lain dapat menganjurkan jalan yang harus diikuti, tetapi hanya diri kitalah yang dapat mengatakan bagaimana jalan itu berhasil atau tidak, pilihan itu benar dan salah.

++++ Semoga artikel ini bermanfaat bagi para pembaca. Kritik, saran, dan tanggapan saya terima dengan senang hati.

Thursday, May 7, 2009

MENGHITUNG HARI ( Sebuah Refleksi Ulang Tuhun )

5 Bola Kehidupan

Hidup dapat dibayangkan sebagai suatu permainan ketangkasan dimana kita harus memainkan keseimbangan 5 buah bola yang dilempar ke udara. Bola-bola tersebut bernama: pekerjaan, keluarga, kesehatan, teman, dan spirit. Tugas kita adalah harus menjaga agar ke-5 bola ini seimbang di udara. Pekerjaan hanyalah sebuah bola karet. Jika kita menjatuhkannya, maka ia akan dapat memantul kembali. Tetapi empat bola yang lain: keluarga, kesehatan, teman, dan spirit tersebut terbuat dari gelas. Dan jika kita menjatuhkan salah satunya maka ia akan terluka, tergores, pecah, atau bahkan hancur berkeping-keping. Dan mereka juga tidak akan kembali. Bagaimana menyeimbangkannya, membuat semua bola tidak jatuh ?

Untuk apa sebenarnya kita bekerja dengan bangun pagi, dan tidur larut malam? Untuk diri kita sendiri, keluarga, komunitas, atau masyarakat? Seringkali terlalu giat bekerja membuat lupa istirahat. Orang justru merasa sepi dan kosong tak berarti oleh karenanya. Mungkin kita seringkali berpikir bahwa karena kita punya banyak pekerjaan dan urusan, lalu hidup bersama menjadi kurang berarti. Yang muncul akhirnya adalah: selesaikan tugas dan urusan masing-masing, dan jangan mengganggu urusanku, karena aku juga tidak mengganggu urusanmu.

Hidup kita menjadi rapuh karena kita sibuk membandingkan nilai kita dengan membandingkan nilai orang lain. Tujuan dan sasaran kita didasarkan apa yang orang lain anggap itu penting. Sesuatu yang dekat di hati dianggap remeh, dijauhkan, walaupun itu bagian yang membuat kita hidup. Nilai hidup kadang kala hilang sehingga banyak hal menggerogoti jiwa kita. Membiarkan hidup terpuruk dengan hidup di “masa lampau” atau dalam mimpi masa depan. Menyerah ketika masih ada sesuatu yang dapat kita berikan. Takut mengakui bahwa kita tidak sempurna. Takut menghadapi resiko. Menutup hati dengan cinta yang masuk dalam hidup kita. Berlari, meskipun hidup tampak sangat cepat, sehingga kita lupa dimana kita berasal dan sedang menuju kemana. Lupa, kebutuhan emosi terbesar dari seseorang adalah kebutuhan untuk merasa dihargai, yang itu kita dapat dari orang-orang didekat hidup kita.

Setiap manusia di dunia ini mengalami siklus kehidupan yaitu lahir, menjalani hidup dan akhirnya mati. Setiap orang yang mengalami kehidupan di dalam dunia terjadi bukan karena kehendaknya sendiri melainkan kehendak Tuhan. Pemazmur mengatakan bahwa hidup seperti rumput, sebentar kering dan mati. Ada pula pepatah jawa mengungkapkan “ urip iku mung mampir ngombe ”, hidup itu hanya singah untuk minum. Siapa yang tahu para wisatawan yang sedang bergembira menikmati keindahan alam akan tekena bom, atau siapa yang tahu rumah akan roboh dan rata dengan tanah karena gempa bumi.


Panjang Umur Seperti Pohon Pinus

Awal tahun selalu menyisakan sebuah pertanyaan: akankah kita dapat menyambut dan merayakan awal tahun yang akan datang seperti sekarang? Benar bahwa hidup di dunia ini penuh ketidakpastian. Apa yang ada pada sekarang, keluarga, pekerjaan, kesehatan, harta-benda, bahkan nyawa kita bisa hilang dari kita diwaktu yang kita tidak tahu. Dan makin banyak orang menilai hal yang paling tidak bisa dipastikan adalah masa depan, maka orang menyusun upaya sedemikian rupa untuk mengurangi kekuatiran akan masa depan dengan berbagai rencana investasi. Sampai-sampai karena kuatir dan cemas itu, banyak orang menjadi tidak bisa membedakan antara tujuan dan sarana hidup, tidak ada rasa puas dan syukur. Orang menjadi jauh untuk merayakan hidup itu sendiri, sesuatu yang pantas disyukuri.

Menghitung hari dapat membuat kita menjalani hidup dengan lebih bijaksana, paling tidak sadar untuk sejenak. Kita masing dapat mengingat bahwa jabatan, popularitas, harta, pekerjaan, dan kesehatan yang dapat berlalu. Kita menjadi tidak lagi menggantungkan diri pada semua itu, minimal kita tidak akan setres karena kelekatan duniawi. St Ignatius dalam Latihan Rohani menulis: “Ciptaan lain di atas permukaan bumi diciptakan bagi manusia untuk menolongnya dalam mengejar tujuan ia diciptakan. Karena itu, manusia harus mempergunakannya, sejauh menolong untuk mencapai tujuan tadi dan harus melepaskan diri dari barang-barang tersebut, sejauh itu merintangi dirinya”.

Yang lain adalah mengingat orang-orang yang ada disekitar kita : anak, istri, suami, orang tua, teman, akan berlalu. Maka mereka pantas untuk kita hargai. Sebab kalau sudah tidak ada, kita tidak dapat berbuat apa-apa. Kemudian mengingat waktu yang kita punya akan berlalu, maka tidak perlu menunda-nunda lagi. Hidup kita akan berlalu, cepat atau lambat, tetapi itu tidak terlalu penting. Karena yang lebih penting adalah bagaimana kita menjalani hidup ini. Apa yang ingin dikenang orang kepada kita?

Kebudayaan cina menjunjung tinggi umur panjang sebagai ukuran kebahagiaan. Lambangnya adalah pohon pinus, biasa hidup di pegunungan, umurnya dapat mencapai empat ratus tahun. Sebab itu sebagai lambang umur panjang, pohon pinus sering muncul dalam lukisan cina. Kaisar Qin Shi Huangdi membentuk tim untuk meneliti dampak kimiawi pelbagai mineral untuk memperpanjang umur. Pelbagai tanaman dan ramuan diteliti khasiatnya, jenis-jenis senam dan jurus dikembangkan.

Demikian pula meditasi dilihat sebagai upaya memperpanjang umur, dimana orang mencari keheningan, ketenangan, berdamai dengan diri sendiri, orang lain, dan alam. Sebuah papatah Cina berkata “Gaya hidup kura-kura, tidak gundah atau marah, tidak bertingkah atau serakah, hidupnya seratus tahun”. Pohon pinus yang tua memberi pengayoman dan perlindungan yang lebih teduh. Awet hidup menjadi baik dan bijak, adalah hati penuh damai yang dapat membayar semua.


Mendaki Puncak

Menjadi tua itu pasti, menjadi dewasa itu pilihan. Manarik sekali kalau kita mencermati ungkapan ini. Benar kalau dikatakan dengan berjalannya waktu, akan semakin tua usia, namun belum tentu yang tua itu orang yang dewasa. Kalau orang ingin dewasa, itu adalah pilihan hidup dan harus ada usaha yang dilakukan untuk itu. Salah satu ciri orang yang dewasa adalah hidupnya penuh hikmat dan kebijaksanaan. Maka kita minta kepada pemberi waktu supaya dimampukan untuk menghitung hari-hari yang kita lalui agar dapat memperoleh hati yang bijaksana. Menghitung hari bukanlah menghitung secara harafiah, tetapi berusaha membuat hari-hari yang kita lalui bermakna dan belajar tentang hidup. Kita harus berubah dari waktu ke waktu.

Hidup ini indah, terutama jika kita mengetahui posisi dimana kita berada. Sayang kita tidak selalu bisa melihat rencana pemilik hidup di balik peristiwa dalam hidup kita, terutama kalau menyakitkan dan sulit kita terima. Kita cenderung melarikan diri, mengelak dari permasalahan, dan akhirnya mencari kambing hitam. Oleh karena itu, ketika sukacita mewarnai hari-hari kita, janganlah kita berpuas hati, lalu kita menjadi lupa diri, egois, lepas akan kodrat kita sendiri.

Dalam hal hidup rohani, St Ignatius mengungkapkan bahwa, dalam diri kita ada tiga kekuatan yang mempengaruhi pemikiran dan cara bertindak, yaitu: kodrat kita sendiri, roh baik, dan roh jahat. Oleh karenanya, untuk mengambil keputusan yang tepat, tidaklah cukup hanya sadar dengan tujuan hidup kita, tetapi juga perlu membedakan macam-macam gerakan roh.

Paul G. Stoltz seorang pendaki, dalam bukunya Adversity Quontients mengatakan bahwa tak semua pendaki mampu menaklukkan puncak gunung sebab pendakian harus melalui proses panjang. Ada tiga karakter utama para pendaki: pertama, Quitters, yaitu pendaki yang langsung mengurungkan niatnya setelah mendengar atau melihat sendiri keadaan yang akan dilalui. Kedua, champers, yaitu pendaki yang tidak melanjutkan ke puncak, karena sudah mendapatkan tempat yang indah sebelum ia mencapai puncak. Ketiga, cruisers, yaitu para pendaki yang bertekad bulat manaklukkan puncak gunung.

Ibarat puncak gunung adalah tantangan hidup, maka karakter orang juga ada tiga, yaitu: mundur dan lari menjauh dari lintasan, mogok tengah jalan, atau maju terus. Dengan Feeling yang terwujud dalam pengetahuan, kecerdasan, ketrampilan, dan semangat (spiritualitas) semoga dapat menjadi sarana meneruskan kembali langkah mencapai “puncak gunung” dalam hidup kita masing-masing.

*) Artikel ini bisa anda baca pada rubrik Jendela, majalah Bianglala, edisi 048/THVIII/MEI 2009

Friday, March 13, 2009

Mencari Pemimpin yang Sebenarnya


Find and See

Pelikan adalah burung penangkap ikan yang ulung. Tapi di kota Monterey, California hal ini tidak terjadi. Di sana tidak perlu bersusah mendapat makanan, ikan-ikan berserakan karena banyak pabrik pengalengan ikan. Tetapi hal menakutkan terjadi tatkala ikan mulai habis dan pabrik tutup. Karena terlalu lama burung itu tidak menangkap ikan, mereka menjadi gemuk dan malas, ikan sulit didapat, sehingga satu persatu mereka mati. Berbagai kelompok pecinta alam berusaha menyelamatkan, hingga suatu saat terpikirkan untuk mengimport burung pelikan dari daerah lain. Hasilnya luar biasa. Pelikan baru segera berburu ikan dengan giat, dan perlahan pelikan yang kelaparan tergerak berburu ikan juga. Dan akhirnya semua pilikan di sana kembali hidup dengan berburu.

Les Giblin, pakar hubungan manusia menjelaskan bahwa manusia belajar sesuatu dari panca inderanya; 1% dari rasa, 1,5% dari sentuhan, 3,5 dari penciuman, 11% dari pendengaran, dan 83% dari penglihatan. John C Maxwel, pakar kepemimpinan membuktikan bahwa, seseorang dapat memimpin dari: 5% akibat krisis, 10% karunia alami, dan 85% karena pengaruh dari pemimpin mereka.


Bekal dan Wawasan Pemimpin

Kepemimpinan di tingkat manapun, dari tingkat yang paling rendah sampai sampai pada tingkat yang paling tinggi, mempengaruhi kita dalam bersikap, kinerja, dan produktifitas. Sebelum menjabat sebagai pimpinan, bekalnya berbeda-beda. Ada pemimpin yang tidak mempunyai bekal apa-apa, sedikit, lumayan, dan ada yang memang mempunyai bekal cukup. Sebelum menjabat, seharusnya ia sudah mengikuti seorang pemimpin dan terlibat dalam kepemimpinannya. Ia telah dididik dan dilatih dalam hal kepemimpinan. Ia beminat dan mendisiplinkan diri untuk bersiap menjadi pemimpin. Dan menurut pengamatan orang serta pengalaman pribadi, ia memiliki bakat di bidang kepemimpinan. Seberapapun bekalnya, hal itu mempengaruhi pelaksanaan kepemimpinannya dan pada gilirannya mempengaruhi prestasi semua orang yang dipimpinnya.

Berdasarkan wawasannya, ada 4 macam pemimpin. pemimpin yang tidak berwawasan ke masa depan menjalankan tugas-tugasnya berdasarkan tradisi dan kebiasaan yang berlaku dalam lembaga. Jika ada hal dan tantangan baru, ia spontan menolak atau menganggapnya tidak ada. Ada pula pemimpin berwawasan tetapi tidak berbuat sesuatu mewujudkannya karena malas, tidak mau pekerjaannya tambah, takut resiko, atau terjerat kemapanan dan rasa aman dalam pola kerja lama. Bagi pemimpin yang memiliki wawasan dan berbuat untuk mewujudkan, ia terus membayangkan, bermimpi masa depan, dan berusaha menyusun strategi pelaksanaannya, tetapi tidak mengikutsertakan bawahan/rakyat. Sebagai bawahan/rakyat tentunya ragu, dan penuh tanya akan apa yang dikerjakan. Pemimpin yang berwawasan dan berbuat bersama bawahan selalu membagi wawasannya kepada bawahan, meyusun rencana dan strategi, dan mengambil langkah-langkah guna mewujudkan bersama bawahan. Konsekuensinya sebagai bawahan mendapat tugas dan tanggung jawab lebih karena harus ikut terlibat secara aktif.


Sifat-Sifat Pemimpin

Sifat-sifat Pemimpin juga berpengaruh pada prestasi oarang yang dipimpinnya. Pertama, sifat mau belajar dan mempengaruhi diri terus menerus penting bagi pemimpin karena dengan demikian seorang pemimpin akan tetap up to date dan mampu menanggapi tantangan kerja yang terus berubah dan berkembang. Kedua, hidup dan kerja yang diorientasikan pada pelayanan. Bagi pemimpin yang berorientasi pada hidup dan kerja yang baik, uang tidak dijadikan tujuan utama dalam bekerja. Jika uang yang dijadikan tujuan utama, maka pelayanan berupa produk dan jasa dapat dikesampingkan. Kata orang bijak untuk membuat orang lain memiliki sikap hormat dan respek yang tulus bukan diperlukan tongkat, tapi kasih; bukan sikap otoriter, tapi sikap melayani; bukan dengan ancaman tapi teladan.

Ketiga, gaya hidup seimbang. Hal ini berarti memadukan secara proporsional unsur-unsur fisik, emosional, mental serta spiritual, dan secara seimbang mengembangkannya. Pemimpin yang seperti ini tidak bersikap ekstrim dalam menghadapi masalah, dan tidak memihak dalam memutuskan masalah. Keempat, mempercayai bawahan. Dengan mempercayai kita, pemimpin tentunya dapat bekerja sama dengan kita, dan bersama membentuk sinergi mencapai tujuan. Kelima, pandangan terhadap makna hidup. Makna hidup menjadi kunci dalam hidup dan perilakunya. Pemimpin yang beridealisme akan memandang hidup sebagai medan untuk berkembang dan berjasa, sedangkan yang tidak akan memandang hidup sebagai medan untuk mendapatkan hal-hal guna memuaskan diri dan memenuhi kebutuhannya sendiri.


Tingkat dan Lingkup Kepemimpinan

Tingkat kepemimpinan adalah level atau tangga pijakan pada waktu menjalankan kepemimpinan. Pemimpin yang berorientasi pada kedudukan (status leadership) mendasarkan kepemimpinannya pada status atau kedudukannya sebagai pemimpin. Yang menjadikan pegangan kerja adalah jabatan, lingkup hak dan wewenang, protokol, tradisi, kebiasaan, dan tatanan lembaga. Pemimpin tingkat ini, dalam melaksanakan kepemimpinan, suka menggunakan kekuasaan dan tak jarang menggunakan intimidasi ancaman, dan kekerasan. Banyak diantara mereka elergi terhadap kritik dan sulit bekerja sama dengan bawahan/rakyat yang tidak sejalan dengan pemikirannya. Model komunikasi satu arah, bentuknya berupa pengarahan, instruksi dan perintah. Kepemimpinan yang berorientasi pada relasi (human relation leadership) kuncinya adalah hubungan dengan orang yang ia pimpin. Dengan menjaga dan mengembangkan hubungan baik dengan orang-orang yang ia pimpin, ia mampu melaksanakan kepemimpinannya secara efektif dan tahan lama. Kecenderungan pemimpin seperti ini adalah melupakan tugas, urusan, dan tujuan lembaga sebab yang menjadi kesibukannya adalah membina hubungan baik dan mencegah konflik.

Kepemimpinan yang berorientasi pada produksi (produktion leadership), pusat perhatian pemimpin tingkat ini adalah kinerja, produk, dan pencapaian hasil kerja yang dicapai, yang menjadi sasaran adalah lembaga. Bawahan berhubungan bukan hanya untuk sekedar berbaik-baik satu sama lain, tetapi bekerja sama mencapai tujuan bersama, maka terciptalah semangat kerja pada kita (dikalangan bawahan). Kepemimpinan berorientasi pengembangan SDM (human reource developer leadership) berhasil menjalin hubungan baik dengan bawahan dan mampu membawa kita (bawahan) mencapai tujuan lembaga sekaligus mengembangkan SDM. Berkat perlakuan atasan yang seperti ini, bawahan akan merasa dihargai, dipercaya, dan ditantang. Keempat tingkatan ini terdapat pada pemimpin kita.

Lingkup kepemimpinan merupakan hal-hal yang menjadi bagian dan tugas pemimpin. Hal ini meliputi bidang pribadi, antar pribadi, manajerial, dan organisasional. Pemimpin bukanlah posisi, malainkan pelayanan, untuk berhasil dalam tugas kepemimpinan, ia perlu menguasai bidang-bidang kepemimpinan sehingga kita sebagai bawahan/rakyat percaya kepada kemampuan kepemimpinannya, dan akhirnya kita juga terdorong untuk mengikuti pengarahan dan petunjuknya. Karena berada di depan dan berjalan di muka, atasan seharusnya menjadi panutan yang dapat dianut dan diteladani dalam perilaku dan pola kerjanya.

Seorang pemimpin juga diharapkan memiliki kredibilitas yang ditampakkan dalam tindakan. Jika pemimpin memiliki kredibilitas, kita (bawahan/rakyat) tentunya akan merasa memiliki dan terlibat (communited) terhadap lembaga/negara, memiliki semangat, dan loyal. Apabila pemimpin tidak memiliki kredibilitas, kita akan berkerja dengan motifasi rendah. Sikap akan mendua, dimuka umum memuji, tetapi dalam hati tidak bangga sama-sekali dan bahkan menyimpan kekecewaan.


Darma Pemimpin

Pujangga R. Ng. Ranggawarsita, seorang pujangga ternama dari zaman Surakarta abad ke-19 mengungkapkan ada 8 darma pemimpin. Anguripi (memberi hidup) berarti menghormati dan menjaga kehidupan sesuai hukumnya. Menciptakan semua berkembang lahir batin secara bebas dan selaras, menghayati makna hidup, saling menghargai, dan menjaga hidup bersama. Angrungkepi (medekap dengan tengkurap) dimaknai menguasai, mengamankan, membela dengan segenap daya. Seorang pemimpin sekurang-kurangnya punya wibawa untuk menghimpun, dan membangun suatu sistem yang kuat dan kompak, disiplin dan bersahaja, serta mampu mengendalikannya. Angruwat (menghindarkan malapetaka) yaitu menggalang upaya mengatasi keadaan buruk. Secara lahiriah melaksanakan upaya nyata yang bertahap dan berkesinambungan dalam kerjasama dengan berbagai pihak yang berkepentingan. Secara spiritual diadakan doa dan permohonan agar Allah menyucikan dan memberkati.

Anata (menata), yaitu menjabarkan peraturan menjadi tatanan dalam berbagai bidang yang berlaku adil, dan benar bagi semua. Menata dan membangun tempat berkarya secara benar, disiplin, jujur, terencana, dan bertahap bagi semua. Menghantar warga hidup sehat dan teratur dengan teladan tulus dan nyata. Amengkoni (mengikatkan), yaitu menampung dan menyatukan segenap warga supaya tidak tercerai berai dan tercecer. Menjaga otonomi dan kedaulatan dengan tetap menjalin persahabatan dan kerjasama dengan semua pihak luar. Angayomi (teduh), yaitu menciptakan rasa aman dan kerasan dalam hidup, belajar dan berkarya, usaha maupun saat istirahat untuk mawas diri dan menimba kehidupan iman. Angurubi (membuat menyala, hangat dan terang), yaitu menghidupkan sikap-tindak yang adil dan benar, jujur dan rapi, sehingga mengikis watak angkara dan perilaku serampangan. Menghangatkan kegairahan hidup, belajar, berkarya, berprestasi, dan berjasa bagi semua. Amemayu (mempercantik), yaitu menjaga harmoni, memperindah, memperluas dan mempertinggi alam dan segala kehidupannya, semua berkesempatan tumbuh dan berkembang secara optimal.

Sungguh tinggi dan tinggi memang darma itu, namun itulah idealnya seorang pemimpin. Tentu pemimpin yang dimaksudkan tidak atasan kita saja, karena di tingkat dan lingkungan manapun kita semua menjadi pemimpin sekaligus menjadi bawahan.


(tulisanku ini aku persembahkan untuk bangsa dan negaraku yang akan menyambut PEMILU wakil rakyat dan Presiden)

Wednesday, March 11, 2009

Sekolah Bangunan Mewah

Dengan adanya perubahan kebijakan di tingkat nasional maupun daerah tentu banyak mempengaruhi proses dan hasil pendidikan. Sebagai contoh mengenai alokasi anggaran pendidikan yang mengarah pada pencapaian 20% APBN. Secara fifik dan non fisik sekolah tentunya mendapat dampaknya. Pembenahan fisik yang berlebihan tanpa melihat pengembangan kualitas pembelajaran tentunya akan melemahkan usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan kita diantara bangsa-bangsa lain di dunia. Meskipun para ahli memasukkan pendidikan sebagai kebutuhan pokok, namun rupanya kebutuhan ini tidak selalu mudah didapatkan.

Sekolah dalam arti pertama adalah, sebuah bangunan yang dibuat entah dari tembok, kayu, kaca, dan besi (house). Dinamakan sekolah berdasarkan penggunaan dan para penghuninya sebagai tempat belajar siswa. Dalam bangunan itu siswa dann guru berlindung dari panas dan hujan. Rupanya aspek ini yang cukup dominan dalam pembangunan sekolah modern, sampai-sampai setiap sekolah dilengkapi dengan fasilitas kipas angin-AC, lantai keramik, pagar tinggi dengan pintu gerbang dan bahkan memiliki satpam.

Sekolah dalam arti kedua lebih pada suatu suasana yang semestinya terbentuk dalam sebuah bangunan tempat orang hidup dan tinggal (home). Ia dibangun oleh cita-cita pendidikan, di atas dasar Pancasila dan UUD1945, untuk semua orang, untuk seluruh penghuninya, atau bahkan untuk tamu yang singgah sebentar. Ia bisa tampak dalam kerukunan, persaudaraan, hormat, pengertian kebersamaan, pelayanan, penghargaan, persahabatan, kejujuran, dll. Sekolah yang ini jika terbentuk dari kehendak yang iklas akan menjadi kuat sekali, lebih kuat dari rumah beton. Tak akan berkarat, atau keropos oleh musim, tak akan roboh oleh bencana, dan tak kan dapat digusur oleh aparat. Ia akan mengikat para penghuninya dan siapapun yang pernah merasannya dengan ikatan tali-tali misterius, tidak tampak namun ada.

Sekolah seharusnya menarik semua orang yang pernah mengalami untuk mengalaminya kembali. Atau paling tidak mengenangnya sebagai sesuatu yang indah dan menyenangkan. Dalam sekolah seperti itulah setiap orang berkembang menjadi manusia utuh. Hanya sayangnya, di zaman modern ini, ketika kemajuan ilmu dan teknologi memberi peluang yang besar untuk membangun sekolah (house) yang megah, kokoh, sekolah kita yang kedua ini (home) malah makin sulit dibangun. Sekarang ini sudah tidak asing lagi dengan kegiatan open house, istilah ini lebih populer karena memang sekolah secara fisiklah yang lebih mudah dipamerkan kepada masyarakat pada umunya. Sekolah sering kali dirasakan sekedar tempat, namun ia menjadi kwajiban atau rutinitas belaka. Pembelajaran berkualitas melibatkan aspek afektif dalam prosesnya akan membuahkan hasil yang optimal. Bila hal itu tidak ditinggalkan, pastilah bangsa Indonesia tidak korup dan menjadi manusia berkwalitas dengan budi pekerti yang mulia. Maju terus pendidikan Indonesia.

Friday, March 6, 2009

Pilihan Hidup


Orang-orang yang berhasil dalam hidupnya keseharian menumbuhkan kebiasaan untuk mencapai apa yang diinginkan. Kebiasaan adalah pola perilaku yang terdiri dari tiga komponen yang meliputi: pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Kebiasaan merupakan hasil proses belajar, bukan bawaan yang diturunkan. Kita tidak perlu menjadi korban dari keadaan sekitar atau latar belakang pendidikan kita. Sebagai manusia, kita bertanggung jawab atas hidup kita sendiri.

Manusia memiliki kesadaran diri, imajinasi, suara hati, dan kehendak bebas. Tingkah laku merupakan hasil dari keputusan pribadinya. Kita harus bergerak dengan nilai-nilai yang sudah kita pikirkan secara cermat, seleksi, dan hayati. Untuk menjadi manusia bermutu perlu: mengenal, menerima, mengampuni, menjadi, menguasai, menghargai, mengembangkan diri, dan membagi diri sendiri bagi sesama.

Penghalang perkembangan mutu hidup adalah: egoisme, kesombongan diri ( menganggap diri paling benar), kepicikan budi (menilai diri paling baik), dan kekerdilan hati yang mengurung diri. (harga diri rendah, melihat diri serba negatif, tidak menerima apa adanya, risau mengenai penilaian orang terhadap dirinya, mencari pengakuan dan penerimaan orang lain, serta ketakutan). Bagaimana kita akan menyikapi penghalang-penghalang itu?

Banyak kesulitan kita yang sebenarnya buatan kita sendiri, walaupun mungkin kita sulit menerimanya. Kita menghadapkan diri dengan kesulitan yang potensial dengan memilih untuk berada di suatu tempat tertentu, dan kalu akibatnya kita mendapat kesulitan, kemudian kita dipenuhi dengan rasa belas kasihan kepada diri sendiri. Itu semua bisa dihindarkan kalau kita membuat pilihan yang berbeda. Apa pilihan hidup anda sekarang?

Wednesday, March 4, 2009

Ruang Belajar di hati kita


Di tengah-tengah jaman yang modern dan dengan berbagai kesibukan yang menyertainya, terkadang kita sering mengatakan belajar itu mudah. Tapi belum tentu kita dapat belajar dari kesalahan. Dalam belajar tentu hal yang biasa kalau melakukan kesalahan, tapi kadang kita sulit membetulkan, bahkan hanya untuk menerima kesalahan itu saja. Dalam bangku-bangku belajar kita sering kosong, kita sebagai orang yang belajar tidak berada di tempat, atau tidak mau masuk untuk belajar memperbaiki. Apakah kita mau masuk ke tempat belajar di ruang hati kita sendiri? apakah Sudah siap hati kita untuk mengisi kekosongan ruang kehidupan kita?

Memerbaiki Mutu Hidup


Ketika aku melakukan perjalanan wisata menaiki lorong candi di Borobudur terlihat di samping kiri kanan relief-relief yang menggambarkan kehidupan kita. Pada tiap tingkatan itu terukir gambaran tingkah laku manusia. Saat itu aku berhenti, aku merasa tempat itu bukan tumpukan batu semata. bila hidupku digambar barang kali tidak sampai pada tataran atas. Aku merasa tempat ini (candi borobudur) bukan hanya milik agama tertentu, dan setiap orang dapat belajar refleksi diri. sampai pada tingkat mana mutu hidup kita?

Menjadi Pekerja Profesional


Mengapa Anda Bekerja?

Apabila seseorang sudah selesai belajar, tentu apa yang dicari adalah pekerjaan. Pada situasi seperti sekarang ini, sulit mendapatkan pekerjaan yang sesuai keinginan. Tidak semua orang memperolehnya, namun kita telah mendapatkannya. Di lembaga tempat kita bekerja (Yayasan Pangudi Luhur), kita diharuskan untuk menerima pekerjaan dengan syarat-syarat yang sudah ditetapkan, dengan begitu kita menjadi guru, pekerja, atau karyawan. Menjadi pekerja berarti menjual tanaga, kemampuan, dan kecakapan kepada “pemilik” lembaga.

Ada banyak alasan mengapa kita bekerja, diantaranya untuk mengisi waktu, mendapatkan kemandirian ekonomis, memperoleh sumber nafkah keluarga, atau membangun identitas diri. Selain itu kita bekerja karena ingin berhubungan, bergaul dan berkomunikasi dengan orang lain, mengembangkan potensi dan mengaktualisasi diri, dan sarana untuk mewujudkan cita-cita hidup. Mungkin satu atau beberapa hal itu dapat menjadikan alasan mengapa kita bekerja. Tentu saja dari motifasi dan dasar kita bekerja itu akan memberikan pengaruh berbeda pada pekejaan yang kita lakukan.

Siapa yang Profesional?

Pada awalnya profesi hanya dipergunakan untuk pekerjaan kemanusiaan dan untuk mendapatkannya, orang harus mendapatkan ijin dan mengucapkan sumpah jabatan, seperti dokter, ahli hukum, psikiater dan pastor. Namun sekarang ini, kata profesi dipergunakan untuk menyebut hampir semua jenis pekerjaan yang menjadi sumber nafkah, misalnya salesman, sekertaris, pemain sepak bola, bahkan pemulung. Profesional adalah orang yang menjalani profesi tertentu sesuai dengan keahlian yang dimilikinya.

Untuk menjaga mutu pelayanan, pekerja profesional terus menerus berusaha membuat pengetahuan mengenai bidang dan keahlian dalam menjalankan profesinya harus tetap up to date sehingga tidak ketinggalan zaman. Pekerja profesional adalah pekerja yang berjanji untuk memberi pelayanan yang bermutu kepada masyarakat. Ia cakap dalam bekerja, mempunyai komitmen pada tugas yang diembannya, credibel (dapat dipercaya), dan memiliki human relation skill (mampu bekerjasama dengan orang lain dalam koordinasi yang mantap).

Berperan

Menjadi pekerja disuatu lembaga kerja berarti masuk kedalam organisasi kerja, lengkap dengan struktur oraganisasi, staf pimpinan, pekerja, serta segala macam tugas dan pekerjaannya. Kita berada di dalamnya. Peran merupakan seperangkat pola perilaku yang diharapkan dari orang yang menduduki posisi atau kedudukan tertentu pada unit sosialnya. Tujuan peran sebagai pekerja adalah menjadi pekerja yang dipercaya pribadinya, dan diandalkan kerjanya. Kita dipercaya apabila menunjukkan integritas dan berkarakter, akan diandalkan jika mampu menunjukkan kemampuan dan kecakapan kerja, konsekuen, setia kawan dengan rekan kerja, dan loyal terhadap lembaga. Ini dapat menjadi bahan permenungan kita bersama tentunya. Sejauh mana kita sudah berperan?

Tujuan peran sebagai pekerja dapat dicapai melalui kegiatan sehari-hari. Dengan melaksanakan peran kita sebagai pekerja di lembaga tempat kita bekerja, kita diharapkan dapat menunjukkan kinerja (performance) yang baik, memperlihatkan pencapaian kerja (accomplishment), mendatangkan prestasi kerja (achievement) yang bagus, dan dengan sendirinya mendapatkan tempat dan martabat yang baik (prestige) di dalam dan di luar tempat kerja. Status dan jabatan bukan hal utama dari sebuah peran yang benar.

Penghambat Kemajuan

Sebagian besar dari kita adalah manusia-manusia yang normal. Artinya, kita dianugerahi kesehatan fisik dan mental yang baik, pendidikan, daya, kemampuan, dan keyakinan hidup (iman). Tetapi, kita sering bertanya mengapa kita seolah-olah tidak dapat membuat banyak kemajuan, bahkan hanya berjalan ditempat. Penghambat yang pertama adalah selera. Karena selera, kita terus menerus mengalami rasa senang atau susah, bergairah atau loyo, tenang atau resah, mantap atau ragu-ragu. Selera juga menciptakan mood (perasaan hati) yang gampang berubah setiap saat. Kita yang hidup berdasarkan selera cenderung labil dan mudah goyah.

Kedua nafsu, yaitu dorongan kuat untuk memenuhi kebutuhan dengan selera. Karena nafsu, kita langsung berbuat untuk memenuhinya tanpa menggunakan otak dan naruni. Nafsu berkaitan dengan semua kebutuhan, fisik, kemanan, sosial, harga, dan pengembangan diri. Bagi kita yang termakan oleh nafsu, seluruh perhatian akan terpusat pada hal-hal yang dapat memenuhi nafsu. Ketiga kesombongan, yaitu tindakan meninggikan diri tanpa dasar kenyataan. Orang yang memiliki kesombongan akan selalu merasa diri lebih tinggi dari yang lain. Walaupun tidak kita sadari, namun akan muncul bentuk-bentuk pamer, bergaya mewah, berkata bisa ini-itu, dan berambisi muluk-muluk. Karena itu, kita tidak dapat membuat kemajuan dalam hidup sebab hidup kita tidak berdasarkan kenyataan dan realitas.

Keempat kepalsuan, yaitu tindakan mengganti kenyataan seperti halnya orang yang mengenakan topeng. Kita akan selalu berpura-pura, bersandiwara, dan berbuat sedemikian rupa menciptakan kesan pada orang lain. Kita akan menjadi sibuk membuat rekayasa, mengada-ada, berdalih dan memanipulasi. Kelima terbius mimpi, yaitu terlalu meletakkan harapan akan keberhasilan dimasa mendatang. Kita sering terpukau oleh masa depan, sehingga melupakan masa kini dan masa lalu, memenuhi otak dengan gambaran yang indah-indah, namun akhirnya kita sadari bahwa kita kurang berbuat sesuatu guna meraihnya. Keenam ambisi, yaitu menginginkan sesuatu melebihi kemampuan. Kita sering ingin mencapai hal yang tinggi tanpa melihat modal dan kemampuan yang ada pada diri kita. Ambisi kita ini biasanya terbatas pada keinginan dan cita-cita pribadi.

Pendorong Kemajuan

Di samping miliki penghambat, namun kita juga memiliki kekuatan pendorong. Pertama, mampu mengatasi masalah. Di tempat kita bekerja, tentunya kita tidak bisa luput dari masalah, entah karena diri kita sendiri, rekan kerja, hubungan dengan rekan kerja, atasan, atau masyarakat. Dari pengalaman yang ada tidak selalu konflik berakibat buruk, akan menghasilkan sesuatu yang baik bila ditemukan solusi yang tepat. Kenyataan dapat menjadi masalah karena ia ada di luar kemampuan kita untuk mengatasi, sedangkan masalah adalah hal yang menghadang kita dalam mencapai keinginan, tujuan, dan sasaran tetapi kita dapat berbuat sesuatu untuk mengatasinya. Masalah dapat berupa uang, barang, hal, keadaan, perkara, urusan, kejadian, dan hal lain yang mengganggu hidup kita. Dan karena tergantung pada masing-masing untuk mengatasinya, masalah bersifat subjektif sehingga memunculkan masalah bayangan dan masalah nyata. Menghadapi kenyataan yang tidak mampu kita atasi, kita harus berusaha untuk menerimanya.

Kedua, mampu mengolah kegagalan. Kita tidak akan luput dari kesalahan, karena kita bukan manusia sempurana, kita tidak dapat mengingat segala hal yang seharusnya kita lakukan, kita tidak mampu mengendalikan semua faktor yang mempengaruhi kerja, karena ada faktor di luar diri kita. Kegagalan dapat membuat kita sedikit belajar menjadi teliti, cermat, dan sedikit bijak.

Ketiga keseimbangan batin. Menjaga keseimbangan batin bukan hanya untuk mendapatkan ketenangan dan kedamaian hidup, melainkan juga agar mampu berfungsi sebagai pekerja. Keseimbangan hidup membuat kita tidak kehilangan arah saat mengalami tekanan, membuat kita berpegang pada prinsip di tengah cobaan dan godaan, dan menjadikan tetap jernih dalam berbagai persoalan yang selalu berusaha menghimpit.

Tren Dunia Kerja

Sekarang ini dalam dunia kerja terjadi pergeseran dari pengelolaan pekerja gaya lama mejadi gaya baru. Pertama, jaminan pekerja.Dalam pengelolaan pekerja gaya lama lembaga menanggung hampir seluruh jaminan pekerja, namun pada pengelolaan gaya baru pengelola hanya menaggung beberapa jaminan, misalnya kesehatan dan pensiun. Pekerja diminta mengurus sendiri jaminan-jaminan yang lain, sehingga gaji pekerja tidak begitu banyak dipotong iuran jaminan.

Kedua, pengembangan pekerja. Dalam pengelolaan pekerja gaya lama, lembaga mengambil tanggung jawab penuh atas seluruh pengembangan karier pekerja. Lembaga menempatkan pekerja disuatu bagian kerja, mengatur dan mengarahkan karier dan kerjanya. Dalam pengelolaan gaya baru, seluruh pengembangan pekerja diserahkan kepada masing-masing pekerja. Pekerja dipersilahkan sendiri untuk mencari dan memenuhi syarat-syarat kepribadian, kemampuan, kecakapan, dan ijazah yang dituntut. Contohnya adalah kebijakan YPL kepada para guru yang belum bergelar sarjana. Kepada pekerja yang berhasil, lembaga akan memberikan tugas yang lebih sesuai.

Ketiga, sistem kerja. Dalam pengelolaan gaya lama, pada umumnya pekerja hanya menjadi pekerja individual atau menjadi petugas perorangan. Dalam gaya pengelolaan gaya baru, pekerja bekerja pada sebuah tim kerja. Dengan demikian, pekerja tidak cukup hanya menjadi pekerja perorangan yang baik, tetapi juga harus mampu bekerja dalam tim dan berperan sebagai anggota tim kerja yang baik, pekerja yang mampu dan bersedia bekerja sama dengan rekan-rekan kerjanya. Namun tentu saja hal ini dalam penerapannya memerlukan usaha tidak gampang.

Keempat, perubahan kerja. Pekerjaan dalam pengelolan pekerja gaya lama lebih kurang sama dan dapat diramalkan. Pada pengelolaan baru, pekerjaan disesuaikan dengan pasar dan kebutuhan konsumen. Maka, perubahan orientasi dan target kerja, peniadaan dan penciptaan pekerjaan hal biasa, mutasi, promosi, pengeluran, dan pemasukan tenaga dapat terjadi kapan saja. Karena itu, pekerjaan dan karier pekerja dapat berganti dan sulit untuk diramalkan.