Wednesday, March 4, 2009

Menjadi Pekerja Profesional


Mengapa Anda Bekerja?

Apabila seseorang sudah selesai belajar, tentu apa yang dicari adalah pekerjaan. Pada situasi seperti sekarang ini, sulit mendapatkan pekerjaan yang sesuai keinginan. Tidak semua orang memperolehnya, namun kita telah mendapatkannya. Di lembaga tempat kita bekerja (Yayasan Pangudi Luhur), kita diharuskan untuk menerima pekerjaan dengan syarat-syarat yang sudah ditetapkan, dengan begitu kita menjadi guru, pekerja, atau karyawan. Menjadi pekerja berarti menjual tanaga, kemampuan, dan kecakapan kepada “pemilik” lembaga.

Ada banyak alasan mengapa kita bekerja, diantaranya untuk mengisi waktu, mendapatkan kemandirian ekonomis, memperoleh sumber nafkah keluarga, atau membangun identitas diri. Selain itu kita bekerja karena ingin berhubungan, bergaul dan berkomunikasi dengan orang lain, mengembangkan potensi dan mengaktualisasi diri, dan sarana untuk mewujudkan cita-cita hidup. Mungkin satu atau beberapa hal itu dapat menjadikan alasan mengapa kita bekerja. Tentu saja dari motifasi dan dasar kita bekerja itu akan memberikan pengaruh berbeda pada pekejaan yang kita lakukan.

Siapa yang Profesional?

Pada awalnya profesi hanya dipergunakan untuk pekerjaan kemanusiaan dan untuk mendapatkannya, orang harus mendapatkan ijin dan mengucapkan sumpah jabatan, seperti dokter, ahli hukum, psikiater dan pastor. Namun sekarang ini, kata profesi dipergunakan untuk menyebut hampir semua jenis pekerjaan yang menjadi sumber nafkah, misalnya salesman, sekertaris, pemain sepak bola, bahkan pemulung. Profesional adalah orang yang menjalani profesi tertentu sesuai dengan keahlian yang dimilikinya.

Untuk menjaga mutu pelayanan, pekerja profesional terus menerus berusaha membuat pengetahuan mengenai bidang dan keahlian dalam menjalankan profesinya harus tetap up to date sehingga tidak ketinggalan zaman. Pekerja profesional adalah pekerja yang berjanji untuk memberi pelayanan yang bermutu kepada masyarakat. Ia cakap dalam bekerja, mempunyai komitmen pada tugas yang diembannya, credibel (dapat dipercaya), dan memiliki human relation skill (mampu bekerjasama dengan orang lain dalam koordinasi yang mantap).

Berperan

Menjadi pekerja disuatu lembaga kerja berarti masuk kedalam organisasi kerja, lengkap dengan struktur oraganisasi, staf pimpinan, pekerja, serta segala macam tugas dan pekerjaannya. Kita berada di dalamnya. Peran merupakan seperangkat pola perilaku yang diharapkan dari orang yang menduduki posisi atau kedudukan tertentu pada unit sosialnya. Tujuan peran sebagai pekerja adalah menjadi pekerja yang dipercaya pribadinya, dan diandalkan kerjanya. Kita dipercaya apabila menunjukkan integritas dan berkarakter, akan diandalkan jika mampu menunjukkan kemampuan dan kecakapan kerja, konsekuen, setia kawan dengan rekan kerja, dan loyal terhadap lembaga. Ini dapat menjadi bahan permenungan kita bersama tentunya. Sejauh mana kita sudah berperan?

Tujuan peran sebagai pekerja dapat dicapai melalui kegiatan sehari-hari. Dengan melaksanakan peran kita sebagai pekerja di lembaga tempat kita bekerja, kita diharapkan dapat menunjukkan kinerja (performance) yang baik, memperlihatkan pencapaian kerja (accomplishment), mendatangkan prestasi kerja (achievement) yang bagus, dan dengan sendirinya mendapatkan tempat dan martabat yang baik (prestige) di dalam dan di luar tempat kerja. Status dan jabatan bukan hal utama dari sebuah peran yang benar.

Penghambat Kemajuan

Sebagian besar dari kita adalah manusia-manusia yang normal. Artinya, kita dianugerahi kesehatan fisik dan mental yang baik, pendidikan, daya, kemampuan, dan keyakinan hidup (iman). Tetapi, kita sering bertanya mengapa kita seolah-olah tidak dapat membuat banyak kemajuan, bahkan hanya berjalan ditempat. Penghambat yang pertama adalah selera. Karena selera, kita terus menerus mengalami rasa senang atau susah, bergairah atau loyo, tenang atau resah, mantap atau ragu-ragu. Selera juga menciptakan mood (perasaan hati) yang gampang berubah setiap saat. Kita yang hidup berdasarkan selera cenderung labil dan mudah goyah.

Kedua nafsu, yaitu dorongan kuat untuk memenuhi kebutuhan dengan selera. Karena nafsu, kita langsung berbuat untuk memenuhinya tanpa menggunakan otak dan naruni. Nafsu berkaitan dengan semua kebutuhan, fisik, kemanan, sosial, harga, dan pengembangan diri. Bagi kita yang termakan oleh nafsu, seluruh perhatian akan terpusat pada hal-hal yang dapat memenuhi nafsu. Ketiga kesombongan, yaitu tindakan meninggikan diri tanpa dasar kenyataan. Orang yang memiliki kesombongan akan selalu merasa diri lebih tinggi dari yang lain. Walaupun tidak kita sadari, namun akan muncul bentuk-bentuk pamer, bergaya mewah, berkata bisa ini-itu, dan berambisi muluk-muluk. Karena itu, kita tidak dapat membuat kemajuan dalam hidup sebab hidup kita tidak berdasarkan kenyataan dan realitas.

Keempat kepalsuan, yaitu tindakan mengganti kenyataan seperti halnya orang yang mengenakan topeng. Kita akan selalu berpura-pura, bersandiwara, dan berbuat sedemikian rupa menciptakan kesan pada orang lain. Kita akan menjadi sibuk membuat rekayasa, mengada-ada, berdalih dan memanipulasi. Kelima terbius mimpi, yaitu terlalu meletakkan harapan akan keberhasilan dimasa mendatang. Kita sering terpukau oleh masa depan, sehingga melupakan masa kini dan masa lalu, memenuhi otak dengan gambaran yang indah-indah, namun akhirnya kita sadari bahwa kita kurang berbuat sesuatu guna meraihnya. Keenam ambisi, yaitu menginginkan sesuatu melebihi kemampuan. Kita sering ingin mencapai hal yang tinggi tanpa melihat modal dan kemampuan yang ada pada diri kita. Ambisi kita ini biasanya terbatas pada keinginan dan cita-cita pribadi.

Pendorong Kemajuan

Di samping miliki penghambat, namun kita juga memiliki kekuatan pendorong. Pertama, mampu mengatasi masalah. Di tempat kita bekerja, tentunya kita tidak bisa luput dari masalah, entah karena diri kita sendiri, rekan kerja, hubungan dengan rekan kerja, atasan, atau masyarakat. Dari pengalaman yang ada tidak selalu konflik berakibat buruk, akan menghasilkan sesuatu yang baik bila ditemukan solusi yang tepat. Kenyataan dapat menjadi masalah karena ia ada di luar kemampuan kita untuk mengatasi, sedangkan masalah adalah hal yang menghadang kita dalam mencapai keinginan, tujuan, dan sasaran tetapi kita dapat berbuat sesuatu untuk mengatasinya. Masalah dapat berupa uang, barang, hal, keadaan, perkara, urusan, kejadian, dan hal lain yang mengganggu hidup kita. Dan karena tergantung pada masing-masing untuk mengatasinya, masalah bersifat subjektif sehingga memunculkan masalah bayangan dan masalah nyata. Menghadapi kenyataan yang tidak mampu kita atasi, kita harus berusaha untuk menerimanya.

Kedua, mampu mengolah kegagalan. Kita tidak akan luput dari kesalahan, karena kita bukan manusia sempurana, kita tidak dapat mengingat segala hal yang seharusnya kita lakukan, kita tidak mampu mengendalikan semua faktor yang mempengaruhi kerja, karena ada faktor di luar diri kita. Kegagalan dapat membuat kita sedikit belajar menjadi teliti, cermat, dan sedikit bijak.

Ketiga keseimbangan batin. Menjaga keseimbangan batin bukan hanya untuk mendapatkan ketenangan dan kedamaian hidup, melainkan juga agar mampu berfungsi sebagai pekerja. Keseimbangan hidup membuat kita tidak kehilangan arah saat mengalami tekanan, membuat kita berpegang pada prinsip di tengah cobaan dan godaan, dan menjadikan tetap jernih dalam berbagai persoalan yang selalu berusaha menghimpit.

Tren Dunia Kerja

Sekarang ini dalam dunia kerja terjadi pergeseran dari pengelolaan pekerja gaya lama mejadi gaya baru. Pertama, jaminan pekerja.Dalam pengelolaan pekerja gaya lama lembaga menanggung hampir seluruh jaminan pekerja, namun pada pengelolaan gaya baru pengelola hanya menaggung beberapa jaminan, misalnya kesehatan dan pensiun. Pekerja diminta mengurus sendiri jaminan-jaminan yang lain, sehingga gaji pekerja tidak begitu banyak dipotong iuran jaminan.

Kedua, pengembangan pekerja. Dalam pengelolaan pekerja gaya lama, lembaga mengambil tanggung jawab penuh atas seluruh pengembangan karier pekerja. Lembaga menempatkan pekerja disuatu bagian kerja, mengatur dan mengarahkan karier dan kerjanya. Dalam pengelolaan gaya baru, seluruh pengembangan pekerja diserahkan kepada masing-masing pekerja. Pekerja dipersilahkan sendiri untuk mencari dan memenuhi syarat-syarat kepribadian, kemampuan, kecakapan, dan ijazah yang dituntut. Contohnya adalah kebijakan YPL kepada para guru yang belum bergelar sarjana. Kepada pekerja yang berhasil, lembaga akan memberikan tugas yang lebih sesuai.

Ketiga, sistem kerja. Dalam pengelolaan gaya lama, pada umumnya pekerja hanya menjadi pekerja individual atau menjadi petugas perorangan. Dalam gaya pengelolaan gaya baru, pekerja bekerja pada sebuah tim kerja. Dengan demikian, pekerja tidak cukup hanya menjadi pekerja perorangan yang baik, tetapi juga harus mampu bekerja dalam tim dan berperan sebagai anggota tim kerja yang baik, pekerja yang mampu dan bersedia bekerja sama dengan rekan-rekan kerjanya. Namun tentu saja hal ini dalam penerapannya memerlukan usaha tidak gampang.

Keempat, perubahan kerja. Pekerjaan dalam pengelolan pekerja gaya lama lebih kurang sama dan dapat diramalkan. Pada pengelolaan baru, pekerjaan disesuaikan dengan pasar dan kebutuhan konsumen. Maka, perubahan orientasi dan target kerja, peniadaan dan penciptaan pekerjaan hal biasa, mutasi, promosi, pengeluran, dan pemasukan tenaga dapat terjadi kapan saja. Karena itu, pekerjaan dan karier pekerja dapat berganti dan sulit untuk diramalkan.

No comments:

Post a Comment